Ceramah Singkat Ada riwayat yang mengatakan bahwa Luqman al-Hakim berwasiat kepada anak-sepertiga kehidupan manusia didistribusikan ; sepertiga untuk Allah, sepertiga untuk dirinya dan sepertiga lagi untuk cacing tanah”. Nasehat di atas kelihatannya sangat simpel tetapi menacakup semua kehidupan dalam istilah manthiqy disebut jami’ mani’ isi kehidupan secara keseluruhan ini tercakup dalam nasehat tersebut, sepertiga untuk Allah adalah ruhnya, sepertiga untuk manusia adalah amalnya. Dan sepertiga untuk cacing tanah adalah jasadnya setelah mati.
anaknya: ”wahai anakku...! sesungguhnya dalam kehidupan ini,
Secara lengkap dan penjabarannya tentang sepertiga kehidupan manusia adalah sebagai berikut:
عن لقمان الحكيم أنه قال لإبنه
: يابني إن الناس ثلاثة أثلاث ثلث لله وثلث لنفسه وثلث للدوده, فأماما هو لله فروحه , وأماماهو لنفسه فعمله , وأماماهوللدود فجسمه
Sepertiga untuk Allah
Dalam pesan tersebut juga mengandung makna, bahwa Allah tidak menghendaki apapun kecuali kembalinya ruh (penghidupan) kepada Allah setelah menjalankan perannya sebagai khalifatullah dengan bersih, kebersihan ruh ini diminta untuk bersih seperti pada saat Allah meniupkannya kedalam diri manusia semenjak di kandungan usia 120 hari, Syukur-syukur jika bisa berpulang ke haribaannya dengan membawa banyak amal perbuatan.
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS. As-Sajdah: 9)
Allah tidak menuntut apa yang engkau pakai, perhiasan sekelas apapun bagi Allah adalah sama tidak ada bedanya. Allah hanya menuntut kembalinya ruh dalam keadaan bersia seperti sedia kala. Kalau kita renungkan tentu sangat wajar sekali jika Allah hanya menuntut kembalinya kesucian ruh bukan perhiasan atau pakaiannya, karena pada saat lahir Allah tidak menyertakan pakaian dan perhiasan. Walaupun seiring perjalanan hidupnya kemudian Dia-lah Yang Maha Memberi makan, minum dan pakaian, tugas utama manusia adalah menghamba kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan.
Sumber yang mendorong manusia untuk berbuat baik adalah kejernihan hatinya, karena itulah Nabi bersabda, bahwa Allah tidak melihat secara fisik tetapi melihat hati hamba-Nya.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَ رِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah Abdirrahman bin Syahrin radhiyallahu ‘anhu, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” (HR. Muslim)
Sepertiga untuk Diri
Isi nasehat yang kedua adalah sepertiga untuk dirimu, yaitu amalmu. Dalam panggung kehidupan ini milik pribadi yang hakiki yang dapat dinikmati dan menemani seorang hamba hingga menghadap kepada Allah adalah amal perbuatannya. Harus diyakini bahwa di alam ‘sana’ tidak kenal rekayasa sedikitpun, semua hamba Allah disetting sedemikian sehingga menjadi pribadi yang sanat jujur tidak mampu berbohong sedikitpun, karena yang berbicara tidak lagi lisan tetapi semua yang ada di sekeliling kita akan menjadi saksi
Alat komunikasi berupa lisan yang dipakai saat ini di akhirat akan dikunci dan anggota tubuh lainnya menjadi saksi, saat itulah amal perbuatan di dunia menjadi bagian dari diri kita, yang membela dan mengantarkan kepada kebahagiaan sejati nan abadi. Amal yang baik akan dibalas dengan kebaikan sebaliknya amal yang buruk akan dibalas dengan siksaan, hal ini bersifat pasti, Allah berfirman
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ.
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. Yaasin: 65)
Sepertiga untuk Cacing Tanah
Adapun sepertiga dari kehidupan ini adalah untuk cacing tanah, yaitu jasad kita, kita bekerja setiap hari untuk merawat fisik agar tetap sehat dengan nutrisi yang seimbang, tetapi pada saatnya nanti setelah pulang keharibaannya dan seonggok badan ditidurkan di dalam tanah untuk selamanya ia akan menjadi santapan cacing tanah.
Harga fisik ketika hidup yang sedemikian mahalnya, seperti jantung, ginjal, usus dan organ fisiologi lainnya, ketika telah berpisah dari ruhnya seketika berubah menjadi murah dan hanya menjadi bahan rebutan bagi cacing tanah, dalam arti tampan dan kemolekan hanya menjadi hiasan duniawi saja, apalah artinya sekeping wajah ia hanya menjadi hiasan yang bersifat sementara dan tidak lama.
Coba lihatlah Bilal bin Rabbah dengan kulitnya yg hitam, lihat pula Amr bi Jamuh dengan kakinya pincang, Abdullah bin Ummi Maktum dengan kebutaan penglihatan. Mereka mulia di sisi Rabbnya, Rasulullah mengakui keutamaan mereka. Bukan karena tampannya atau cantiknya rupa, bukan pula karena sempurna anggota badannya. Namun semuanya karena kesetiaan pada ikrar syahadat yang diucapkan, kepatuhan pada aturan syariat, melaksanakan kewajiban tanpa keengganan, dan ketaqwaan yang menghunjam sanubari tanpa lekang.
Oleh karena itu tak ada sediktipun yang patut dibanggakan dalam kehidupan ini bila orientasinya kepada fisik, karena hidup yang sesungguhnya adalah non-fisik, hidup yang abadi adalah hidup sesudah kematian dan kehidupan untuk alam sesudahnya, itulah sepertiga kehidupan manusia.